Repost Detik.com–
Seni kriya logam tumang dipamerkan dalam Festival Pengabdian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Indonesia (PMM UI) 2023. Kerajinan dari logam itu merupakan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang berasal dari Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Logam tumang diketahui sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram atau abad ke-16. Kesenian ini dibawa oleh Kyai Rogosari.
Dipo Mawardi selaku Kepala Desa Cepogo mengatakan, saat itu para pengikut Kyai Rogosari merupakan ahli senjata dan ahli batik. Seiring berakhirnya perang, logam mulai dikembangkan menjadi peralatan rumah tangga.
“Dibuatkan untuk peralatan rumah tangga. Kemudian dari tembaga itu dari empu tersebut memberikan pembelajaran kepada masyarakat menjadi peralatan rumah tangga,” tutur Dipo kepada detikEdu, Selasa (7/11/2023).
Mulai Tergeser Zaman
Memasuki tahun 1980-an, masyarakat mulai beralih ke peralatan rumah tangga yang terbuat dari plastik dan aluminium. Dipo menuturkan bahwa peralihan itu disebabkan harga yang lebih murah.
“Justru itu membangkitkan kreativitas warga,” ujarnya.
Logam tumang yang awalnya digunakan untuk peralatan rumah tangga mulai beralih pada kesenian. Dibantu dinas, instansi, dan para seniman, logam tumang ‘lahir kembali’ menjadi kesenian setempat.
Transformasi Jadi Produk Kesenian
Logam tumang mulai dikembangkan menjadi guci, kaligrafi, hingga kubah masjid. Meski tak lagi digunakan dalam keseharian masyarakat, kesenian logam tumang terus laris.
Dipo menuturkan bahwa penggemar logam tumang sudah sampai mancanegara. Harga paling tinggi bahkan mencapai ratusan juta rupiah.
“Ini murni adalah UMKM jadi kerja rakyat dan kami ada paguyubannya melalui desa. Kemudian 50% dari kampi hampir 9.000 orang itu menggantungkan hidup dari kerajinan ini,” ujarnya.
Dipo berharap kesenian logam tumang bisa terus lestari dari masa ke masa.
“Harapannya ke depannya kerajinan ini bisa dilestarikan sampai kapanpun selama desa masih ada,” pungkasnya